MAKALAH ADAT KESRIPAHAN DI JAWA TENGAH

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Setelah seseorang meinggal dunia biasanya ada sebuah upacara untuk mengantarkannya menuju tempat peristirahatannya yang terakhir. Setiap daerah di Indonesia memiliki adat yang berbeda dalam mengantarkan jenazah ke tempat peristirahatan yang terakhir. Perbedaan adat ini memperkaya budaya nasional kita.
Seperti dearah lain di Indonesia orang Jawa juga mempunyai adat tersendiri dalam mengantarkan jenazah ke tempat peristirahatan yang terakhir. Upacara adat untuk orang meninggal dalam adat Jawa disebut “kesripahan”. Adat ini masih dilakukan oleh masyarakat jawa pada umumnya.
Seiring dengan berkembangnya zaman dan teknologi, budaya jawa kian memudar. Mudahnya suatu budaya masuk ke suatu daerah menjadi salah satu penyebab pudarnya buadaya suatu daerah. Sering kita menjumpai di daerah perkotaan masyarakat yang lebih membudayaka budaya asing ketimbang budayanya sendiri.
Oleh karena itu kita sebagai generasi masa kini harus melestarikan budaya nasional kita khususnya budaya jawa. Melalui makalah ini penulis berharap kita sebagai generasi muda bisa lebih memahami dan melestarikan budaya kita.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah pengertian kesripahan dalam adat jawa?
2.      Apa saja tahapan merawat jenazah dalam adat jawa?
3.      Jenis slametan apa saja yang diadakan dalam uapacara kesripahan?
4.      Makna apa yang terkandung dalam bahan slametan?

C.     TUJUAN
1.      Mengetahui kesripahan dalam adat jawa.
2.      Mengetahui tahapan merawat jenazah dalam adat jawa.
3.      Mengetahui jenis-jenis slametan.
4.      Makna yang terkandung dalam sesaji yang digunakan dalam slametan.





























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kesripahan
Kesripahan sering disebut juga lelayu. Pada umumnya mati berarti hilangnya roh dari jasad. Dari sudut pandang budaya mati berarti peralihan individu dari alam hidup ke alam gaib. Banyak juga orang yng mengartikan mati sebagai terputusnya kehidupan.
Orang jawa memiliki konsep tersendiri mengenai pengertian mati. Dalam pandangan orang jawa hidup itu abadi. Kematian hanya dipahami sebagai matinya jasad dan matinya nafsu di dunia. Kehidupan seseorang yang megalami kematian dipandang sebagai peralihan dari alam dunia menuju alam gaib. Orang yang meninggal diyakini akan mengalami pembebasan yang pada akhirnya menemukan hakikat hidup itu sendiri.

     B.     Urutan Merawat Jenazah
1.      Pemberitahuan atau pemberitaan lelayu
Ketika ada orang yang meninggal hal pertama yang harus dilakukan adalah menghibur keluarga yang ditinggalkan. Beri mereka pengertian bahawa setiap yang hidup pasti akan kembali kepada Yang Maha Kuasa. Apabila keadaan keluarga yang ditinggal sudah membaik maka segera alihkan perhatian kepada jenazah.
 Jenazah yang baru saja meninggal dunia segera ditidurkan secara membujur, menelentang, dan menghadap ke atas. Posisi kepala jenazah di sebelah utara dan kaki di selatan. Selanjutnya mayat ditutup dengan kain batik yang masih baru. Kaki dipan tempat mayat itu ditidurkan perlu direndam dengan air, maksudnya agar dipan itu tidak dikerumuni semut atau binatang kecil lainnya. Tikar sebagai alas tempat jenazah dibaringkan perlu diberi garis tebal dari kunyit dengan maksud agar binatang kecil tidak mengerumuni mayat. Terakhir adalah membakar dupa wangi atau ratus untuk menghilangkan bau yang kurang sedap.
Setelah hal diatas dilakukan, beberapa orang terdekat jenazah memanggil modin untuk mengumumkan tentang kematian si jenazah. Pengumuman dilakukan dengan pengeras suara agar para tetangga dan sanak saudara yang jauh bisa turut berduka cita. Sebagian sanak saudara yang lain membereskan rumah sebelum semakin banyak orang yang datang.
2.      Perawatan jenazah
Setelah pemberitaan lelayu dilakukan kemudian sanak saudara yang lain segera mempersiapkan keperluan untuk merawat jenazah. Hal-hal yang perlu dipersiapkan diantaranya :
a.       Gentong tujuh buah
Masing –masing gentong diisi dengan daun dadap atau daun sirih, uang koin dan air yang tidak terlalu penuh. Fungsi daun dadap adalah sebagai pengharum.
b.      Gayung tujuh buah
c.       Bangku
Bangku ini berfungsi sebagai tempat duduk orang yang memandikan jenazah. Bangku diatur sedemikian rupa supaya mempermudah pekerjaan.
d.      Meja kecil untuk meletakkan mangkok berisi bakaran merang atau tangkai padi, sabun mandi yang terpotong-potong secukupnya kemudian dibungkus mori (kain putih) berjumlah lima bungkus, diletakkan di piring kecil (lepek). Tangkai padi kering yang dipotong-potong digunakan untuk membersihkan kuku. Sedangkan sobekan mori untuk membersihkan gigi. Selain itu dibutuhkan juga beberapa potong kain penutup yang sama panjangnya (biasanya menggunakan kain batik), agar jenazah tidak dilihat oleh orang yang tidak berkepentingan selama pemandian berlangsung.
Dalam perawatan jenazah para lelaki bertugas memasang tenda di tempat pemandian jenazah. Hal ini dimaksudkan agar jenazah tidak terliat dari atas ketika dimandikan. Para lelaki juga menyiapkan tujuh batang pohon pisang yang dipotong dengan ukuran satu meter dan disusun rapat bedempetan.
Tiga orang ahli waris terdekat menggotong jenazah dari dalam rumah menuju ke tempat penyucian atau pemandian mayat. Urut-urutan dimulai dari yang tertua di depan dan yang termuda di belakang, begitu pula pada waktu selesai dimandikan digotong dari tempat memandikan ke dalam rumah. Posisi menggotong jenazah adalah: tangan kiri menyanggah sedangkan tangan kanan merangkul dengan penuh hati-hati jangan sampai penutup kain jenazah berubah atau bergeser. Setelah sampai di tempat memandikan, jenazah dibaringkan diatas tujuh buah batang pisang yang telah disiapkan sebelumnya. Cara memandikan jenazah adalah sebagai berikut :
a.       Ambil kain penutup dan gantikan dengan kain basahan sehingga aurat utamanya tidak kelihatan.
b.      Pakailah sarung tangan dan bersihkan jenazah dari segala kotoran.
c.       Ganti sarung tangan yang baru, lalu bersihkan seluruh badannya dan tekan perutnya perlahan-lahan.
d.      Tinggikan kepala jenazah agar air tidak mengalir ke arah kepala.
e.       Masukkan jari tangan yang telah dibalut dengan kain basah ke mulut jenazah, gosok giginya, dan bersihkan hidungnya. Kemudian, wudlukan seperti wudlu untuk sholat.
f.       Siramkan air ke tubuh yang sebelah kanan dahulu. Kemudian ke sebelah kirinya.
g.      Mandikan jenazah dengan air sabun dan air mandinya yang terakhir dicampur dengan wangi-wangian.
h.      Perlakukan jenazah dengan lembut ketika membalik dan menggosok anggota tubuhnya.
i.        Memandikan jenazah satu kali jika dapat membasuh ke seluruh tubuhnya, itulah yang wajib. Sunnah mengulanginya beberapa kali dalam bilangan ganjil.
j.        Jika keluar najis dari jenazah itu setelah dimandikan dari badannya, wajib dibuang dan dimandikan kembali. Jika keluar najis setelah di atas kafan, tidak perlu untuk diulang mandinya, tetapi cukup untuk membuang najisnya saja.
k.      Keringkan tubuh jenazah setelah dimandiakan dengan kain atau handuk sehingga tidak membasahi kafannya.
l.        Selesai mandi, sebelum dikafani berilah wangi-wangian yang tidak mengandung alkohol. Pembaerian wewangian untuk jenazah sebaiknya menggunakan kapur barus.
Petugas (modin) yang melakukan perawatan jenazah ini harus berjenis kelamin sama dengan jenazah. Kemudian yang dilakukan modin selanjutnya adalah menutup alat kelamin jenazah dengan sepotong daun pisang dan segala lubang pada tubuh diisi dengan kapas. Setelah wajahnya dirias sedikit, jenazah dibungkus dalam kain putih (mori) yang kemudian diikat di kaki, pinggang, leher, dan di atas kepalanya. Kegiatan ini merupakan tradisi khusus untuk orang yang beragama Islam, yaitu dipocong. Apabila jenazah bukan beragama Islam, umumnya hanya ditangani oleh keluarga dan kerabat jenazah. Jenazah yang sudah dibungkus rapi kemudian diletakkan diruangan tengah dari rumah, diatas usungan yang terbuat dari bambu bernama “bandhusa”. Dengan kepala menghadap kearah utara.
3.      Persiapan pemberangkatan jenazah
Pada bagian ini kaum wanita yang datang melayat membantu mengerjakan hal-hal kecil seperti menjahit kain penutup kerenda, merangkai bunga sebagai penghias penutup kerenda, dan lain sebagainya.
Sedangkan kaum lelaki mengurus surat-surat yang diperlukan untuk pemakaman jenazah, membeli tanah makam, dan membuat papan kayu (pathok), dimana dituliskan nama orang yang meninggal, tanggal lahir dan tanggal meninggalnya.
4.      Pemberangkatan jenazah
Sebelum pemberangkatan jenazah, ada sebuah upacara yang harus dilakukan yang disebut “brobosan”. Tata caranya adalah sebagai berikut :
a.       Kerenda atau peti mati dibawa keluar menuju ke halaman rumah dan dijunjung tinggi ke atas setelah upacara doa kematian selesai.
b.       Anak laki-laki tertua, anak perempuan, cucu laki-laki dan cucu perempuan, berjalan berurutan melewati peti mati yang berada di atas mereka (mrobos) selama tiga kali dan searah jarum jam.
c.       Urutan selalu diawali dari anak laki-laki tertua dan keluarga inti berada di urutan pertama; anak yang lebih muda beserta keluarganya mengikuti di belakang.
Setelah itu jenazah diberangkatakan dengan kerenda. Orang yang mengangkat kerenda adalah anak laki-laki jenazah yang sudah dewasa atau kerabat pria dekat lainnya. Selain itu ada seorang yang membawa payung untuk menaungi bagian keranda dimana kepala jenazah berada.
Dalam adat jawa, orang yang mengiringi jenazah ada susunannya tersendiri. Di barisan paing depan adalah  adalah penabur sawur (terdiri dari beras kuning dan mata uang), kemudian penabur bunga dan pembawa bunga, pembawa kendi, pembawa foto jenazah, keranda jenazah, barulah dibagian paling belakang adalah keluarga maupun kerabat yang turut menghantarkan.
5.      Pemakaman jenazah
Untuk memakamkan jenazah orang dewasa diperlukan lubang kubur dengan ukuran luas 1 x 2½ meter dan kedalaman kira-kira 2½ meter. Lubang kubur atau liang lahat digali memanjang dari utara ke selatan.
Jenazah yang telah sampai di makam langsung diturunkan dari kerenda dan dimsukkan ke liang lahat. Jenazah diletakkan dengan posisi miring menghadap kiblat dan kepala berada di arah utara. Untuk menjaga agar jenazah tidak bergeser maka diletakkan batu dan gumpalan dari tanah liat di kedua sisinya. Apabila jenazah sudah selesai dibaringkan, maka modin turun ke dalam liang dan membuka tali-tali pengikat kepala untuk menampakkan pipi dan telinga jenazah, dan meneriakkan kalimat azan serta kalimat syahadat berkali-kali ke dalam telinganya
Kemudian modin naik dari liang lahat. Kerabat jenazah secara simbolik ikut menutup liang lahat dengan melemparkan tanah ke liang lahat. Setelah liang lahat tertutup sempuran dengan tanah, maka tancapkan batu nisan yang telah dipersiapkan di sisi utara dan selatan. Setelah itu makam yang sudah jadi ditaburi dengan kembang. Setelah itu salah satu dari kerabat jenazah menyampaikan pidato singkat untuk menyampaikan terimakasih atas kedatangan tetangga dan sanak saudara.
6.      Slametan
Slametan merupakan unsur paling dominan di setiap upacara adat jawa. Slametan berasal dari kata slamet yang berarti selamat, bahagia, dan sentosa. Acara ini biasanya dihadairi oleh para lelaki baik dari pihak keluarga, kerabat mauun teman dekat orang yang meninggal. Slametan diadaka secara lesehan. Hidangan yang biasanya disajikan ketika slametan yaitu nasi tumpeng lengkap dengan lauk-pauk.
Acara slametan dimulai dengan sambutan singkat oleh tuan rumah setelah itu dilanjutukan dengan tahlil dan doa yang dipimpin oleh seorang modin. Setelah itu modin dan para hadirin di persilakan ntuk menyantap hidangan yang telah tersedia. Sebelum acara selesai smua yang hadir di beri berkat untuk dibawa pulang. Berkat adalah besek yang berisi makanan yang isinya hampir serupa dengan yang dihidangkan pada acara slametan. Ada beberapa upacara slametan yang diadakan untuk mendoakan orang yang telah meninggal. Hal ini akan dibahas pada sub bab berikut ini.

            C.     Slameta –Slametan pada Adat Kesripahan
1.      Upacara ngesur tanah (Geblag)
 Upacara ini dilaksanakn pada hari meninggalanya seseorang tepatnya pada sore hari. Sur tanah atau ngesur tanah berarti menggeser tanah(membuat lubang kubur bagi jenazah). Upacara ini memiliki makna bergesernya kehidupan fana ke alam baka. Hal ini juga dapat diartikan bahwa semua manusia berasal dari tanah dan akan kembali menjadi tanah.
Pada upacara ini hidangan yang harus di sajikan adalah :
a.       Nasi gurih (sekul wuduk)
b.      Ingkung (ayam dimasak utuh)
c.       Urap (gudhangan dengan kelengkapannya)
d.      Cabai merah utuh
e.       Krupuk rambak
f.       Kedelai hitam
g.      Bawang merah yang telah dikupas kulitnya
h.      Bunga kenanga
i.        Garam yang telah dihaluskan
j.        Tumpeng yang dibelah dan diletakkan dengan saling membelakangi (tumpeng ungkur-ungkuran)
2.      Nelung dina
Slametan ini dilakukan untuk memperingati tiga hari setelah meninggalnya seseorang atau pada pasaran ketiga. Slametan ini sebagai bentuk penghormatan ahli waris kepada roh yang meninggal. Konon, menurut kepercayaan jawa pada hari ketiga setelah meninggal roh seseorang masih berada di dalam rumah. Roh ini mulai mencari jalan keluar yang mudah untuk meninggalkan rumah dan keluarganya.
Sajian yang harus dihidangkan pada slametan ini adalah sebagai berikut :
a.       Golongan bangsawan :
Ø  Takir pontang yang berisi nasi putih dan nasi kuning, dilengkapi dengan sudi-sudi yang berisi kecambah, kacang panjang yang telah dipotongi, bawang merah yang telah diiris, garam yang telah digerus (dihaluskan), kue apem putih, uang, gantal dua buah.
Ø  Nasi asahan tiga tampah, daging lembu yang telah digoreng, lauk-pauk kering, sambal santan, sayur menir, jenang merah
b.      Golongan rakyat biasa :
Ø  Nasi ambengan, nasi gurih, ketan kolak, apem, ingkung ayam, nasi golong dan bunga yang dimasukan dalam lodong serta kemenyan.

3.      Mitung dina
Slametan ini dilakukan pada tujuh hari setelah meninggalnya seseorang. Slematan ini juga dimaksudkan untuk menghormati roh arwah orang yang telah meninggal. Menurut kepercayaan orang jawa pada hari ketujuh ini roh akan keluar dari rumah. Untuk memperlancar roh keluar dari rumah, secara simbolis ahli waris membuka genting atau jendela sebelum acara di mulai. Setelah roh keluar dri rumah roh akanberhenti sejenak di pekarangan rumah atau halaman sekitar.
Pada acara mitung dina ada pembacaan tahlil. Hal ini dimasudkan untuk mempermudah roh meninggalkan pekarangan rumah atau halaman sekitar. Tahlil sebenarnya dilakuakn selama tujuh hari dan mitung dina adalah acara penutup tahlil tersebut. Pada akhir acara peserta slametan diberi bancakan yang berisi nasi dan lauk pauknya.
Sajian yang harus dihidangkan pada acara ini adalah sebagai berikut :
Ø  Kue apem yang didalamnya diberi uang logam, ketan kolak semuanya diletakkan dalam satu takir.
Ø  Nasi asahan tiga tampah, daging goreng, pindang merah yang dicampur dengan kacang panjang yang diikat kecil-kecil, dan daging jeroan yang ditempatkan dalam wadah berbentuk kerucut (conthong), serta pindang putih.
4.      Matang puluh
Upacara ini untuk memperingati empat puluh hari setelah meninggalnya seseorang. Slametan ini bertujuan untuk menghormati dan mempermudah perjalanan roh yang akan menuju alam kubur. Untuk mencapai tujuan matang puluh, ahli waris dan para tamu yang diunang membacakan tahlil dan doa. Menurut kepercayaan orang jawa, pada hari ke empat puluh roh orang yang meninggal mulai mencari jalan menuju alam kubur. Jalan yang dicari adalah jalan yang dilewati ketika pemberangkatan jenazah yang sudah dibersihkan sehungga terhindar dari aral yang melintang.
Pada upacara ini dilakukan penyempurnaan roh dan jasad dengan menyediakan ubarampe. Bagian jasad yang disempurnakan adalah darah, daging, sungsum,jeroan (isi perut), kuku, rambut, tulang, dan otot. Ubarampe adalah bahan sesaji yang harus ada ketika slametan diadakan. Ubarampe terdiri dari benang lawe, jodog, sentir, cupak , minyak klentik satu botol, sisir, minyak wangi, cermin, kapas, pisang raja, beras, gula kelapa, jarum dan perlengkapannya, dan bala pecah.
Pada slametan ini bahan –bahan yang harus ada sama dengan bahan-bahan pada acara mitung dina, tetapi ada sedikit tambaha. Bahan tambahannya antara lain :
Ø  Nasi wuduk
Ø   Ingkung
Ø   Kedelai hitam
Ø   Cabai merah utuh
Ø   Rambak kulit
Ø   Bawang merah yang telah dikupas kulitnya
Ø   Garam
Ø   Bunga kenanga
5.      Nyatus
Slametan ini diadakan untuk memperingati hari keseratus dari meniggalnya seseorang. Upacara ini bertujuan untuk menyempurnakan semua hal yang bersifat badan wadhag.
Menurut kepercayaan adat jawa sebelum genap seratus hari roh berada di alam kubur masih sering kembali ke rumah sampai slametan mendhak pisan dan mendhak pindo. Sesaji yang digunakan sama dengan pada saat matang puluh hanya saja ditambah dengan pasung, ketan, dan kolak.
6.       Mendhak sepisan
Mendhak sepisan adalah peringatan satu tahun setelah meninggalnya seseorang. Tata cara dan sesaji pada slametan ini sama dengan slametan nyatus. Slametan ini sering juga disebut meling. Kata meling berasal dari kata eling yang berarti mengingat-ingat. Maksud dari slametan ini adalah agar ahli waris mengingat kembali jasa-jasa orang yang telah meninggal. Meling juga dimaksudkan agar ahli waris mengintrospeksi diri dan selalu ingat bahwa suatu saat siahli waris juga akan meninggal dunia.
7.      Mendhak pindho
Slametan ini bertujuan untuk memperingati dua tahun atas meninggalnya seseorang. Upacara ini juga dimaksudkan untuk menyempurnakan semua kulit, darah dan semacamnya. Pada tahun yang kedua ini jenazah sudah hancur luluh tinggal tulangnya saja. Pada slametan ini juga dibacakan doa dan tahlil. Bahan-bahan sesaji yang digunakan sama dengan slametan mendak pindho.
8.      Nyewu
Nyewu yaitu peringatan seribu hari atas kematian seseorang. Menurut kepercayaan orang jawa setelah hari keseribu roh orang yang telah meninggal tidak akan kembali ke tengah-tengah keluarganya lagi. Roh akan benar-benar meninggalkan keluarga dan tempat dan tempat tingalnya untuk menghadap Tuhan. Oleh karena itu slametan ini diadakan lebih besar dari biasanya.
Bahan yang digunakan untuk slametan sama dengan bahan pada slameten sebelumnya. Ada beberapa bahan tambahan yang diperlukan diantaranya :
Ø  Daging kambing/domba becek. Sebelum dimasak becek, seekor domba disiram dengan bunga setaman, lalu dicuci bulunya, diselimuti dengan mori selebar sapu tangan, diberi kalung bunga yang telah dirangkai, diberi makan daun sirih. Keesokan harinya domba diikat kakinya lalu ditidurkan di tanah. Badan domba seutuhnya digambar pola dengan menggunakan ujung pisau. Hal ini dimaksudkan untuk mengirim tunggangan bagi arwah yang mati supaya lekas sampai surga. Setelah itu domba disembelih dan kemudian dimasak becek.
Ø  Sepasang burung merpati dikurung dan diberi rangkaian bunga. Setelah doa selesai dilakukan, burung merpati dilepas dan diterbangkan. Maksud tata cara ini adalah juga untuk mengirim tunggangan bagi arwah agar dapat cepat kembali pada Tuhan. dalam keadaan suci, bersih, tanpa beban.
Ø  Sesaji/ubarampe, terdiri atas tikar bangka, benang lawe empat puluh helai, jodhog, clupak berisi minyak kelapa dan uceng-uceng (sumbu lampu), minyak kelapa satu botol, sisir, serit, cepuk berisi minyak tua, kaca/cermin, kapuk, kemenyan, pisang raja setangkep, gula kelapa setangkep, kelapa utuh satu butir, beras satu takir, sirih dengan kelengkapan untuk menginang, bunga boreh. Semuanya diletakkan di atas tampah dan diletakkan di tempat orang slametan untuk melakukan doa.
9.      Kol (Kol kolan)
Kol adalah slametan untuk memperingati hari kematian seseorang. Kol harus dilaksanakan tepat pada hari dan bulan yang sama ketika si jenazah meninggal. Kol pertama dilakukan satu tahun setelah slametan nyewu. Bahan yang digunakan untuk slametan adalah kue apem dan ketan kolak yang diltakkan dalam satu takir, pisang raja satu tangkep, uang wajib, dan dupa.
10.  Nyadran
Nyadran adalah berkunjung ke makam kerabat yang telah meninggal. Biasanya nyadran dilakukan pada bulan ruwah atau menjelanf bulan ramadhan bagi umat Islam.

              D .    Makna yang Terkandung dalam Sesaji Slametan
1.      Sega golong melambangkan kebulatan tekad yang manunggal atau istilah Jawanya “tekad kang gumolong dadi sawiji”. Dalam hal kematian, baik yang mati maupun keluarga yang ditinggalkannya sama-sama mempunyai tujuan yaitu surga.
2.      Sega asahan atau ambengan melambangkan suatu maksud agar arwah si mati maupun keluarga yang masih hidup kelak akan berada pada “pembenganing Pangeran”, artinya selalu mendapatkan ampun atas segala dosa-dosanya dan diterima di sisiNya.
3.      Tumpeng pungkur melambangkan perpisahan antara si mati dengan yang masih hidup, karena arwah si mati akan berada di alam yang lain sedangkan yang hidup masih berada di alam dunia yang ramai ini.
4.      Sega wuduk dan lauk pauk segar/bumbu lembaran maksudnya untuk menjamu roh para leluhur.
5.      Ingkung ayam melambangkan kelakuan pasrah atau menyerah kepada kekuasaan Tuhan. Istilah ingkung atau diingkung mempunyai makna “dibanda” atau dibelenggu.
6.      Kembang rasulan atau kembang telon melambangkan keharuman doa yang dilontarkan dari hati yang tulus ikhlas lahir batin. Di samping itu bau harus mempunyai makna kemuliaan.
7.      Bubur merah dan bubur putih melambangkan keberanian dan kesucian. Di sampingitu bubur merah untuk memule atau tanda bakti kepada roh dari bapak atau roh laki-laki dan bubur putih sebagai tanda bakti kepada roh dari ibu atau roh perempuan. Secara komplitnya adalah sebagai tanda bakti kepada bapa angkasa ibu pertiwi atau penguasa langit dan bumi, semuadibekteni dengan harapan akan memberikan berkah, baik kepada si mati maupun kepada yang masih hidup.
8.      Tukon pasar untuk menghormati “dinten pitu pekenan gangsal” atau hari dan pasaran dengan harapan segala perbuatan dan perjalanan roh si mati maupun yang masih hidup ke semua arah penjuru mata angin akan selalu mendapatkan selamat tanpa halangan suatu apa. Disamping itu semoga mendapatkan berkahNya hari di mana hari itu diadakan selamatan, misalnya malam Kamis pon, Rabu Wage dan lain sebagainya
9.      Uang wajib melambangkan suatu niat ucapan terima kasih kepada kaum yang telah “ngujubake” menjabarakan tujuan selamatan itu, dan terima kasih pula kepada semua fihak yang ditujunya, semoga semuanya itu terkabul.
10.  Sega punar atau nasi kuning melambangkan kemulian, sebab warna atau cahaya kuning melambangkan sifat kemuliaan. Juga dimaksudkan sebagai jamuan mulia kepada yang dipujinya.
11.  Apem melambangkan payung dan tameng, dan dimaksudkan agar perjalanan roh si mati maupun yang masih hidup selalu dapat menghadapi tantangannya dan segala gangguannya berkat perlindungan dari yang maha kuasa dan para leluhurnya.
12.  Ketan adalah salah satu makanan  dari beras yang mempunyai sifat”pliket’ atau lekat. Dari kata pliket atau ketan, ke-raket melambangkan suatu keadaan atau tujuan yang tidak luntur atau layu, artinya tidak kenal putus asa.
13.  Kolak adalah melambangkan suatu hidangan minuman segar atau untuk “seger-seger” sebagai pelepas dahaga. Disamping itu juga melambangkan suatu keadaan atau tujuan yang tidak luntur atau layu, artinya tidak kenal putus asa.
14.  Kambing, merpati dan itik melambangkan suatu kendaraan yang akan dikendarai oleh roh si mati.
15.  Sapu gerang/sapu lidi yang telah usang atau tua, sebagai lambang tombak seribu, maksudnya adalah sebagai senjata bila menemui bahaya. Disamping sapu gerang biasanya juga diikutsertakan pisau dan sujenpring ampel. Keduanya sebagai lambang senjata.
16.  Dlingo bengle sapiturute atau rempah-rempah, sebagai lambang obat-obatan jika terkena sakit, sewaktu di perjalanan atau di alam yang baru itu.
17.  Telor melambangkan kebulatan atau kemanunggalan berbagai sifat dan tujuan sebab telor itu sendiri terdiri dari berbagai lapisan, dan masing-masing lapisan mempunyai makna sendiri-sendiri, misalnya :
Ø  Hitam, yaitu pada kulit keras mengandung makna atau maksud keteguhan hati dan keteguhan cita-cita atau tujuan.
Ø  Merah, yaitu pada kulit lunak, mengandungmakna keuletan dan keberanian.
Ø  Putih, yaitu pada lapisan putihan telur, mengandung makan kesucian dan ketulusan hati.
Ø  Kuning, yaitu pada lapisan kuning telur, mengandung makna kepandaian, kebijaksanaan dan kewibawaan serta kemuliaan.
Ø  Hijau, yaitu pada lapisan terdalam atau titik pusat telor, mengandung makna ketenganan, kesabaran dan kehidupan abadi.
18.  Uba rampe mrupakan bahan untuk slametan . Uba rampe terdiri dari banyak unsur diantaranya :
Ø  Benang lawe adalah benag putih sebagai lambang tali suci sebagai pengikat atau tali hubugan antara keluarga yang ditinggalkan dengan yang sudah pergi jauh itu.
Ø  Jodog dan sentir adalah lambang penerang, maksudnya agar roh si mati tadi selalu mendapatkan terang.
Ø  Clupak berisi minyak dan sumbu melambangkan obor di perjalanan dan semangan yang tinggi.
Ø  Minyak klentik 1 botol sebagai lambang bekal cadangan jika sewaktu-waktu kehabisan atau lampunya mati. Sebab kebiasaan orang Jawa jaman dulu menggunakan minyak lampu bukan dari minyak tanah seperti sekarang, melainkan denga minyak kelapa atau minyak klentik.
Ø  Sisir, minyak wangi dan cermin melambangkan sebagai perlengkapanmake up atau untuk “dandan’/menghiasi diri, agar rapi dan wangi, jika perempuan ibarat seperti bidadari, jika laki-laki ibarat sepeti satriya yang tampan.
Ø  Kapas yang biasa sebagai alas atau isi bantal melambangkan bantal suci.
Ø  Pisang raja sebagai lambang persembahan kepada yang maha kuasa di samping itu juga sebagai buah segar.
Ø  Beras, gula kelapa melambangkan makanan beserta lauk dan bumbunya, sebagai bekal hidup di alam kelanggengan.
Ø  Jarum dan perlengkapannya sebagai lambang alat pembuat pakaian, maksudnya sebagai bekal untuk membuat pakaian jika sewaktu pakaiannya rusak.
Ø  “Bala pecah” sebagai lambang perlengkapan rumah tangga.












BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Kesripahan merupakan suatu rangkaian upacara adat yang bertujuan untuk mengantarkan jenazah keliang lahat. Selain itu kesripahan juga mempunyai tujuan untuk mendoakan roh orang yang sudah meninggal agar sampai disisi Tuhan dengan lancar. Adat kesripahan juga mengingatkan kita sebagai manusia akan kematian yang sewaktu-waktu datang menghampiri kita. Oleh karen itu kita haruslah berhati-hati dalam mengambil setiap langkah di kehidupan ini.

B.     Saran
Adat kesripahan di jawa merupakan salah satu budaya nasional, oleh karena itu sebagai generasi masa kini sudah sepatutunya kita melestarikan budaya sendiri. Filosofi yang terkandung dalam setiap upacara adat jawa dapat kita jadikan sebagai pedoman hidup. Kita patutu bangga dengan budaya kita karena budaya memiliki filosofi dan arti yang sangat endalam.





















Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

metodologi ilmu fiqh ndan ushul fiqh