metodologi ilmu fiqh ndan ushul fiqh
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Di kehidupan manusia slalu ada aturan–aturan yang mengatur
kehidupan tersebut. Baik kehidupan manusia dengan Tuhan, manusia dengan
manusia, dan manusia dengan alam memiliki aturan-aturan tersendiri. Adanya
peraturaran-peraturan ini bertujuan agar manusia menyadari akan hak dan
kewajibannya. Aturan-aturan di kehidupan ini sangatlah penting karena jika
kehidupan tidak memiliki aturan maka kerusakan akan terjadi di mana-mana.
Islam sebagai agama rahmatallilalamin tentunya memiliki
aturan-aturan yang terperinci mengenai hak dan kewajiaban manusia terhadap
Tuhan, sesama manusia, dan terhadap alam sekitaranya. Aturan-aturan ini dalam
Islam disebut syariat. Sedangkan cara mengetahuai hukum dari dalilnya disebut fiqh
dan cara menarik hukum dai dalilnya dibahas dalam ushul fiqh.
Dalam agama Islam sangat banyak hukum yang mengatuar kehidupan manusia.
Diantara hukum-hukum itu ada yang benar sesuai dalil ada pula yang bertentangan
dengan dalil. Hal ini disebabkan karena banyaknya permasalahan baru yang tidak
ditemukan hukumnya di dalam sumber dalil dalam agama Islam.
Untuk memecahkan masalah-masalah baru yang hukumnya belujelas para
ulama’ perlu berijtihad. Orang yang berhak menentukan hukum dan berijtihad
adalah orang yang telah memenuhi persyaratan untuk melakukan ijtihad.
Makalah ini disusun untuk mengethui lebih dalam apa arti fiqh dan
ushul fiqh. Penting bagi orang Islam untuk mengetahui dalil dari setiap hukum
yang dibuat oleh para ulama. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat tidak menganut
hukum yang salah yang keluar dari Al-Quran dan hadis.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa pokok bahasan diantaranya :
1.
Apa
pengertian fiqh dan ushul fiqh?
2.
Bagaimana
sejarah dan perkembangan fiqh dan ushul fiqh?
3.
Apa
objek, tujuan, kegunaan, dan metodologi ilmu fiqh dan ushul fiqh?
4.
Apa
sumber dari ilmu fiqh dan ushul fiqh?
5.
Apa
saja aliran dalam ilmu fiqh dan usul fiqh?
C.
Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan :
1.
Mengetahui
pengertian fiqh dan ushul fiqh.
2.
Mengetahui
sejarah dan perkembangan fiqh dan ushul fiqh.
3.
Mengetahui
objek, tujuan, kegunaan, dan metodologi ilmu fiqh dan ushul fiqh.
4.
Mengetahui
sumber dari fiqh dan ushul fiqh.
5.
Mengetahui
aliran-aliran dalam ilmu fiqh dan ushul fiqh.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Fiqh dan Ushul Fiqh
Fiqh
menurut bahasa bermakana tahu dan paham terhadap tujuan seseorang pembicara.
Sedangkan menurut istilah fiqh berarti mengetehui hukum-hukum syara’ yang
amaliah (mengenai perbuatan, perilaku) dengan melalui dali-dalil yang
terperinci. Ilmu fiqih dihasilkan oleh pikiran serta ijtihad (penelitian) dan
memerlukan wawasan serata perenungan. Orang yang ahli di dalam ilmu fiqh
disebut faqih. Sering juga disebut dengan fuqaha (jama’ dari faqih). Fuqaha
termasuk dalam kategori ulama, tetapi tidak semua ulama adalah fuqaha. Ilmu
fiqh disebut juga ilmu ahlal, ilmu al halal dan al-haram, syara’i wa al-ahkam.
Ushul
fiqh terdiri dari dua kata yaitu ushul dan fiqh. Nama usul fiqh berasal dari
bahasa arab. Ushul merupakan bentuk jamak dalm bahasa arab. Bentuk tunggalnya
adalah ashl yang berarti sumber atau dalil yang menjadi dasar sesuatau atau
juga yang berarti kuat. Jadi ushul fiqh merupakan sumber dari fiqh. Definisi
ushul fiqh menurut Al-Syawkani adalah ilmu untuk mengetehui kaidah-kaidah, yang
kaidah tadi bisa digunakan untuk mengeluarkan hukum syara’ yang berupa hukum
furu’ (cabang) dari dalil-dalilnya yang terperinci. Al-Ghazali mendefinisaikan
ushul fiqh sebgai ilmu yang membahas tentang dalil-dalil hukum syara’ dan
tentang bentuk-bentuk penunjukan dalil tadi terhadap hukum.
Apabila
kita mempelajari fiqh tanpa memepelajari usujl fiqh maka kita tidak tahu
bagaimana caranya menegluarakan hukum dari dalil-dalilnya dan mengembaliakn
hukum fiqh kepada sumber asalnya. Mengetahui ushul fiqh merupakan persyaratan
pokok untuk menjadi seorang mujtahid (orang yang melakukan ijtihad).
B.
Sejarah
dan Perkembangan Fiqh dan Ushul Fiqh
1.
Sejarah
fiqh
a.
Periode
rasulullah
Pada
periode ini agama Islam baru didakwahkan sehingga periode ini disebut periode
risalah. Pada periode ini semua masalah fiqh diserahkan langsusng kepada nabi
Muhammad saw. Sumber hukum Islam pada eriode ini adalah Al-Quran dan Sunnah.
Periode rasululah dibagi menjadi dua yaitu periode Mekkah dan periode Madinah.
Periode
Mekkah lebih fokus pada permasalahan akidah. Fondasi dalam kehidupan adalah
akidah yang benar. Dakwah rasulullah dimulai dengan mengubah keyakian
masyarakat yang musyrik menuju masyaeakat yang berakidah tauhid dan
membersihkan hati serata menghiasai diri dengan akhlak terpuji. Periode ini
dimulai sejak diangakatnya nabi Muhammad menjadi nabi dan rasul sampai beliau
hijrah ke Madinah. Periode ini berlangasung selama kurang lebih dua belas
tahun.
Periode
Madinah dimulai ketika nabi hjrah dari Mekkah ke Madinah. Kota Madinah menjadi
tanah air baru bagi masyarakat Islam. Di kota ini jumlah pemeluk agama Islam
bertambah banyak. Seiring bertambahnya pemelik agama Islam maka munculah
berbagai macam masalah yang berkaiatan dengan fiqh. Terkadang tidak ditemukan
dalil yang sesuai dengan msalah yang muncul. Sehingga nabi dan para sahabat
melakukan ijtihad untuk memecahkan masalah tersebut. Di kota ini pula
disyariatakan hukum yang meliputi keseluruhan bidang ilmu fiqh.
b.
Periode
sahabat (khulafaur rasyidin)
Periode
ini ditandai dimulai denan wafatnya nabi Muhammad saw dan berakhir ketika
pemerintahan Islam jatuh ke tangan Muawiyah bin Abu Sufyan pada yahun 41H/661M.
Sumber hukum pada periode ini tidak hanya Al-Quran dan Sunnah, tetapi sudah
mulai mengunakan ijtihad para sahabat. Ijtihad dilakukan apabila tidak
ditemukan dalil atau nash di dalam Al-Quran dan Sunnah yang dapat memecahkan
suatu permasalahan. Permasalahan pada periode ini sudah sangat kompleks seiring
bertambahnya pemeluk Islam dari berbagai etnis dengan budaya masing-masing.
Pada
periode ini, untuk pertama kalinya para fuqaha berbenturan dengan budaya,
etika, nilai moral, dan nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam masyarakat
majemuk. Periode ini meninggalkan : 1)penafsiran sahabat tentang ayat-ayat
hukum. 2) sejumlah sahabat dalam kasus-kasus yang tidak ada nash hukumnya. 3)
terpecahnya umat menjdi tiga golongan yaitu khawarij, syi’ah, dan Jumhur
Muslimin atau Ahli Sunnah Wal Jamaah.
c.
Periode
imam mujtahid dan pembukuan buku ilmu fiqh
Periode ini
berlangsung selama kurang lebih 250 tahun dimulai dari awal abad keduahijriah
sampai pertengahan abad keempat hijriah. Pada masa ini seluruh cara ijtihad
yang dikenal sekarang ini telah digunakan, meskipun para ulama dari
masing-masing daerah memili warna tersendiri dalam melakukan ijtihadnya.
Pada masa ini
ilmu fiqih mulai berkembang. Ada beberapa hal yang melatar belakangi
berkembangnya ilmu afiqh pada masa ini, diantaranya :
1)
Wilayah
kekeuasaan Islam bertmbah luas dan jumah rakyat pun semakin banyak. Kondisi ini
mendorong para ulama untuk berijtiad agarbisa menerapakan syari’ah untuk semua
wilyah yang berbeda lingkungan dan macam masalah yang dihadapi.
2)
Para
ulama pada masa itu telah memiliki sejumlah fatwa dan cara berijtihad yang
mereka dapatkan dari periode sebelumnya.
3)
Seluruh
muslimin pada masa itu memilii kemauan yang keras agar segala sikap dan tingkah
lakunya sesuai dengan syariat Islam.
4)
Pada
periode ini memang dilahirkan ulama-ulama yang berpotensi menjadi mujtahid.
Periode ini mewariskan beberapa hal penting diantaranya :
1)
Al-Sunnah
yang telah dibukukan
2)
Fiqh
yang telah dibukukan lengkap dengan dalil dan alasannya.
3)
Ilmu
ushul fiqh yang telah dibukukan
4)
Adanya
dua aliran yang menonjol pada periode ini yang terkenal dengan nama Madrasah
Al-Hadis (kebanyakan terdapat di Hijaz) dan Madrasah Ar-Ra’yi (kebanyakan
terdapat di Irak). Madarasah Ar-Ra’yi menitik beratkan tinjauannya kepada
maksud-maksud dan dasr-dasr syara’ dalam pengambilan hukum, mereka
berkesimpulan bahwa hukum syara’ itu bisa dipahami maksud-maksudnya dan
bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia. Sedangkan Madarasah Al-Hadits
di Hijaz lebih mengarahkan perhatiannya kepada hadits dan fatwa sahabat.
d.
Periode
kemunduran
Periode ini
dimulai dari pertengahan abad keempat hijriah samapi akhir abad ketiga belas
hijriah. Pad periode ini umat Islam mengalami kemunduran politik, pemikiran,
mental, yang mengakibatkan pula kemunduran fiqh. Ada beberapa factor yang
menyebabkan kemunduran ilmu fiqh diantaranya :
1)
Kemunduran
di bidang politik yaitu pecahnya dunia Islam menjadi wilayah kecil yang
masing-masing keamiran hanya sibuk saling berebut kekuasaan.
2)
Dianutnya
pemikiran mazhab tanpa pikiran kritis serata dianggapnya sesuatu yang mutlak
benar. Hal ini menyebabkan orang-orang tidal mau meneliti kembali
pendapat-pendapat tersebut.
3)
Adanya
sikap tidak menghargai atas hasil ijtihad ulama-ulama lain dan meras pendapat
sendiri mutlak benar.
4)
Runtuhnya
kejayaan Islam baik di timur maupun barat.
e.
Periode
kebangunan kembali
Periode ini
dimulai dengan masa berlakunya majalah Al-Ahkam Al-Adliyah yaitu kitab
undang-undang hukum perdata Islam Pemerintah Turki Usmani pada tahun 1292 H/
1876 M. Ada beberapa hal lain yang menandai kemajuan fiqh, diantaranya :
1)
Di
perguruan-perguruan tinggi agama di Mesir, Pakistan maupun Indonesia dalam cara
mempelajari fiqh tidak hanya di pelajari satu mazhab tertentu, tetapi juga
dipelajari mazhab-mazhab lain secara muqorronah atau perbandingan, bahkan juga
dipelajari system hukum adat dan system hukum Romawi.
2)
Bnayaknya
kitab-kitab fiqh yang dierjemahkan kedalam berbagai bahasa di dunia.
2.
Sejarah
ushul fiqh
a.
Ushul
fiqh masa rasulullah
Perkembangan
ushul fiqh tidak lepas dari perkembangan hukum Islam. Ushul fiqh baru tersusun
pada abad ke dua hijriah. Sumber hukum pada saat itu adalah Al-Quran dan
sunnah. Apabila nabi dan para sahabat menemui masalah yang tidak ditemukan
pemecahan wahyunya maka nabi dan sahabat berijtihad.
Ushul
fiqh tumbuh bersama ilmu fiqh meskipun ilmu fiqh dibukukan terlebih dahulu
daripada ushul fiqh. Karena dengan timbulnya ilmu fiqh tentu ada metode yang
dipaka untuk mengali ilmu tersebut dan metode tersebut tak lain adalah ushul
fiqh. Konsep-konsep ushul fiqh telah ada di jaman rasulullah, tapi
konsep-konsep belum dibakukan. Konsep-konsep ini hanya menjadi buah dari
pemecahan masalah-masalah yang praktis.
b.
Ushul
fiqh masa sahabat
Masa
ini merupakan masa transisi dari masa bimbungan nabi ke masa diman anabi telah
wafat. Pada periode ini muncul cara pemecahan masalah yang baru yaitu ijma’
sahabat dan sahabat. Ijma’ sahabat merupakan keputusan sahabat dalam
menyelesaikan masalah hukum yang dimusyawarahkan dan diikuti oleh sahabat yang
lain. Selain itu sahabat juga menggunakan pertimbanagan akal yang berupa qiyas
dan maslahah.
Pada
periode ini ushul fiqh masih belum menjadi bahan kajian ilmiah. Pertukaran
pikiran yang dilakukan masih bersifat praktis untuk memecahkan permasalahan dan
belum mengarah kepada pembentukan kajian khusus tentang metodologi. . Pembahasan hukum yang dilakuakn sahabat masih terbatas kepada
pemberian fatwa atas pertanyaan atau permasalahan yang muncul, belum sampai
kepada perluasan kajian hukum Islam kepada masalah metodologi.
c.
Ushul
fiqh masa tabi’in
Tabi’in
adalah murid para sahabat. Kecenderugan pola piker sahabat memepengaruhi pola
pikr tabi’in, sehungga cara istinbad tabi’in tidak berbeda dengan istimbad
sahabat. Pada masa ini muncul dua fenomena penting yaitu pemalsuan hadith dan
perdebatan mengenai penggunaan ra’yu yang memunculkan kelompok Iraq dan
kelompok Madinah.
Dengan
demikian muncul bibit-bibit perbedaan metodologis yang lebih jelas yang sertai
dengan perbedaan kelompok ahli hukum (fukaha) berdasarkan wilayah geografis.
Dua hal tersebut, ditambah munculnya para ahli hukum non-Arab, melahirkan
wacana pemikiran hukum yang nantinya melahirkan madzhab-madzhab hukum Islam.
Masing-masing madzhab hukum memiliki beberapa aspek metode yang khas, yang
membedakannya dengan madzhab yang lain.
d.
Ushul
fiqh masa imam madzhab
Pada
masa inilah ushul fiqh dirumuskan secara metodologis dan lahir beragam konsep
ushul fiqh. Pemikiran hukum Islam mengalami dinamika yang sangat kaya. Pada
masa ini terdapat perdebatan mengenai sumber hukum dan kaidah hukum.
Pada
masa ini Imam Malik dan orang-orang madinah sangat menghargai amal orang-orang
madinah. A;lasannya adalah bahwa amalan orang Madinah adalah peninggalan para
sahabat yang hidup di Madinah dan mendapatkan petunjuk dari Rasulullah. Amalan
orang Madinah telah dilakukan oleh banyak sekali sahabat yang tidak mungkin
menyalahi ajaran Rasulullah, yang selama sepuluh tahun hidup di Madinah.
Orang
Iraq khususnya Imam Abu Hanifah menngunakan istishan apabila hasil qiyas dirasa
tidak sesuai dengan nilai dasar hukum Islam. Dua kubu ini saling mengkritik
satu sama lain. Walaupun demikian keduanaya tetap berpegang teguh pada Al-Quran
dan As-Sunnah.
Akibat dari
adanya pemalsuan hadiths pada masa ini, maka muncullah golongan ingkar
al-sunnah. Merka adalah golongan yang hanya mengakui Al-Quran sebagai sumber
hukum. Mereka frustasi dengan pemalsuan hadits dan tidak meneliti terlebih
dahulu para perawi hadisnya. Sebelum abad keempat hijriah memang belum banyak
para pengumpul hadis.
Seorang
tokoh muslim, Imam Syafi’i berjuang keras untuk menentang golongan ingkar
as-sunnah. Beliau kemudian mengajukan sistematika hukum yang utama yaitu :
1)
Al-Quran
2)
Al-Sunnah
3)
Ijma’
4)
Qiyas
Dengan rumusan ini beliau menolak gagasan golongan ingkar Al-Sunnah
dan ahli ushul yang bersikap mendahulukan amalan orang madinah atau makna umum
Al-Quran disbanding hadits ahad. Imam Syafi’i sendiri dikenal sebagai orang
pertama yang mengenalkan ushul fiqh sebagai ilmu baru. Kitab Al-Risalah
merupakan kitab ushul fiqh pertama yang beliau tulis.
e.
Kelahiran
karya-karya besar ushul fiqh
Puncak
perkembangan ushul fiqh terjadi pada abad kelima hijriah. Pada masa ini
lahirlah karya-karya besar seperti :
1)
Kitab
al-Ahd atau al-Amd karya Qadli Abd al-Jabbar al-Mu‘tazili (w. 415H/1024M)
2)
Kitab al-Mu‘tamad karya Abu Husayn al-Bashri
al-Mu’tazili (w. 436H 1044M)
3)
Kitab al-‘Uddah karya Abu Ya’la al-Hanbali (w.
458H/1065M)
4)
Kitab al-Ihkam fi ‘Ushul al-Ahkam karya Ibnu
Hazm al-Dzahiri (w. 456H/1062M)
5)
Kitab
al-Luma’ karya Abu Ishaq al-Syirazi al-Syafi‘i (w. 467H /1083 M)
6)
Kitab al-Burhan karya Al-Juwayni al-Syafi‘i
(w. 478H /1085M)
7)
Kitab Ushul Al-Sarakhsi karya Imam
al-Sarakahsi al-Hanafi (w. 490H/1096M).
C.
Objek,
Tujuan, Kegunaan, dan Metodologi Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh
1.
Ilmu
fiqh
Objek
kajian ilmu fiqh secara umum adalah aspek hukum setiap perbuatan mukalaf serta
dalil dari setiap perbuatan tersebut (dalil tafshili). Selain itu di dalam fiqh
juga dibahas al-Ahwal Syakhsyiah (hukum keluarga), cara melakukan muammalah
dalam arti sempit (hukum perdata), fiq jinayah (hukum pidana), hal yang
berkaitan dengan ahkam al-qadha (hukum acara), dan hal yang berhubungan dengan
fiqh siyasah.
Tujuan
akhir ilmu fiqh adalah untuk mencapai keridhoan Allah SWT, dengan melaksanakan
syariah-Nya di muka bumi ini, sebagai pedoiman hidup individual, hidup
brkluarga maupun hidup bermasyarakat. Sedangakan tujuan hukum Islam itu sendiri
adalah memelihara agama, memelihara diri, memelihara keturunan dan kehormatan,
memelihara harta, dan memelihara akal. Tujuan hukum yang lima ini sering
disebut maqashid al-khamsah. Dari maqhasid al-khamsah ini jelas bahwa fungsi
hukum Islam itu sendiri adalah mengarahkan kehidupan manusia kepada la-maqashid
al-khamsah, dalam arti seluas-luasnya dan mengontrol kehidupan masyarakat
dengan aturan-aturan terperinci oleh Al-Quran dan hadis atau ijtihad para
ulama.
Kegunaan
ilmu fiqh sendiri adalah dapat memberi pemahaman tentang berbagai aturan secara
mendalam dan sebagai patokan untuk bersikap dalam menjalani hidup dan
kehidupan.
Sedangkan
metodologi ilmu fiqh adalah ushul fiqh. Oleh karena itu apab]la kita
mempelajari fiqh tanpa ushul fiqh tidak akan tahu bagaimana caranya
mengeluarakan hukum dari dalil-dalilnya itu dan bagaimana mengembalikan hukum
fiqh kepada sumber aslanya.
2.
Ushul
fiqh
Objek
kajian ushul fiqh adalah :
a.
Pembahasan
tentang dalil secara global.
b.
Pembahasan
tentang hukum dalam Ilmu Ushul Fiqh adalah secara umum, tidak dibahas secara
terperinci hukum bagi setiap perbuatan.
c.
Pembahasan
tentang kaidah yang digunakan sebagai jalan untuk memperoleh hukum dari
dalil-dalilnya antara lain mengenai macam-macamnya, kehujjahannya dan
hukum-hukum dalam mengamalkannya.
d.
Pembahasan
tentang ijtihad
Tujuan ushul fiqh adalah mengatur ijtihad dan membimbing fuqaha
dalam upaya mendeduksi hukum dari sumber-sumbernya. Selain itu ushul fiqh
bertujuan untuk membantu fuqaha untuk memperoleh pengetahuan memadai tentang
susmber-sumber syariah dan tentang metode-metode deduksi dan inferensi fiqh.
Kegunaan ilm ushul fiqh adalah sebagai berikut :
1)
Mengetahui
kaidah dan cara yang digunakan mujtahid dalam memperoleh hukum melalui metode
ijtihad yang mereka susun.
2)
Memberikan
gambaran mengenai syarat- syarat yang harus dimiliki mujtahid, sehingga dengan
tepat ia dapat menggali hukum-hukum syara dari nash. Disamping itu, bagi
masyarakat awam, melalui ushul fiqh mereka dapat mengerti bagaimana para
mujtahid menetapkan hukum sehingga dengan mantap mereka dapat mempedomani dan
mengamalkannya.
3)
Menentukan
hukum melalui berbagai metode yang dikembangkan para mujtahid, sehingga berbagai
persoalan baru yang secara lahir belum ada dalam nash; dan belum ada ketetapan
hukumnya di kalangan ulama terdahulu dapat ditentukan hukumnya.
4)
Memelihara
agama dari penyalahgunaan dalil yang mungkin terjadi. Dalam ushul fiqh,
sekalipun suatu hukum diperoleh melalui hasil ijtihad, statusnya tetap diakui Syara’.
Melalui ushul fiqh, dapat diketahui mana sumber Hukum Islam yang asli yang
harus dipedomani dan mana yang merupakan sumber Hukum Islam yang bersifat
sekunder yang berfungsi untuk mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan
masyarakat Islam.
5)
Menyusun
kaidah-kaidah umum yang dapat diterapkan guna menetapkan hukum dari berbagai
persoalan sosial yang terus berkembang.
6)
Mengetahui
kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan dalam
berijtihad, sehingga dapat dilakukan tarjih salah satunya dengan mengemukakan
alasannya.
Metodologi ushul fiqh sesungguhnya merujuk kepada metode-metode
penalaran seperti analogi/qiyas, istishan, istishab, dan aturan-atauran
penafsiran dan deduksi.
D.
Mengetahui
Sumber dari Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh
1.
Sumber
ilmu fiqh
Sumber hukum
yang paling utama adalah wahyu Allah yaitu Al-Quran. Kemudian disusul dengan
sumber yanag kedua yaitu Sunnah Nabi. Yang ketiga yaitu ijtihad. Dalil dapat
ditinjsu dari beberapa segi yaitu :
a.
Ditinjau
dari segi asalnya ada dua macam yaitu :
1)
Dalil
naqli yaitu dalil-dalil yang berasal dari nash langsung yaitu Al-Quran dan
Sunnah.
2)
Dalil
aqli yaitu dalil-dalil yang bukan dari nash langsung tetapi menggunakan akal
pikiran, yaitu ijtihad.
b.
Ditinjau
dari ruang lingkupnya ada dua macam yaitu :
1)
Dalil
kulli adalah dalil yang mencakup banyak satuan hukum. Dalil kulli adakalanya
ayat Al-Quran, adakalanya Hadith, dan adakalanya kaidah-kaidah kulliyah.
2)
Dalil
juz’I atau tafshili adalah dalil yang menunjukkan kepada satu persoalan dan
satu hukum tertentu.
c.
Ditinjau
dari segi daya kekuatannya dibagi dua yaitu :
1)
Dalil
qath’i ada dua macam yaitu :
a)
Dalil
al-wurud yaitu dalil yang meyakinkan bahwa datangnya dari Allah atau dari
rasulullah
b)
Qath’i
dalalah yaitu dalil yang kata-katanya atau ungkapan kata-katanya menunjukkan
arti dan maksud tertentu dengan tegas dan jelas sehingga tidak mungkin
dipahamkan lain.
2)
Dalil
dhani ada dua macam :
a)
Dhani
al-wurud yatu dalil yang hanya memberi kesan yang kuat bahwa datangnya dari
nabi.
b)
Dhani
al-dhalalah yaitu dalil yang kata-katanya atau ungkapan kata-katanya memberikan
kemungkinan-kemungkinan arti dan maksud.
2.
Sumber
ushul fiqh
a.
Ilmu
Al-Quran
b.
Ilmu
Hadis
c.
Ilmu
fiqh
d.
Ilmu
ushuluddin
e.
Ilmu
bahasa Arab beserta seluruh cabangnya.
E.
Aliran-aliran
Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh
1.
Aliran–aliran
ilmu fiqh
Saat
ini kurang lebih ada enam aliran ilmu fiqh. Aliran-aliran ini timbul karena
adanya perbedaan di sekitar metode berijtihad yang berujung pada perbedaan
pendapat. Sebenarnya para imam mujtahid sendiri tidakalh menganjurkan
untukmengikuti mereka. Yang dianjurkan imam mazdhab justru kembali pada
dalil-dalil dalam berijtihad meskipun dengan cara itu ada kemungkinan hukum
yang dihasilkan berbeda dengan cara mereka. Hal ini dibuktikan dengan perkataan
imam mazhab itu sendiri. Misalnya : Imam Abu Hanifah berkta tentang hasil
ijtihadnya: “Inilah hasil ijtihadku, tetapi barang siapa yang mempunyai
pendapat yang lebih baikdari hasil ijtihadku ini, maka itulah yang harus
dipegang”.
Aliran-aliran
dalam ilmu fiqh ini diantaranya :
a.
Mazhab
Hanafi yang berpegng pada Al-Quran, Sunnah, dan pendapat sahabat. Dalam
ijtihadnya Imam Abu Hanifah menggunakan Qiyas, Istishan, Ijma’ sahabat, dan
Urf. Mazhab ini banyak terdapat di Turki, Afganistan, Asia Tengah, Pakistan,
India, dan Mesir.
b.
Mazhab
Maliki berpegang pada Al-Quran, Assunnah, amal ahli Madinah, fatwa sahabat,
qiyas, maslahah mursalah, dan adzari’ah. Mazhab ini dianut di Afrika Utara,
Sudan, dan beberapa bagian di Mesir.
c.
Mazhab
Syafi’i berpegang pada Al-Quran, As-Sunnah, qiyas, Istidlal. Mazhab ini bnak
dianut di Arabia Selatan, India Selatan, Muangthai, Malaysia, Indonesia,
Brunei, dan Filipina.
d.
Mazhab
Hanbali berpegang pada Al-Quran, As-Sunnah, fatwa sahabat, qiyas, dan adzaria’.
Mazhab ini banuak dianut di Arabia, Siria, dan beberapa bagian Afrika.
e.
Mazhab
Dhahiri berpegang pada Al-Quran, As-Sunnah, pendapat sahabat, dan istishab.
Mazhab ini dahulu dianut di Andalusia, kemudian menyebar ke negeri-negeri di
Afrika Utara.
f.
Mazhab
Syi’ah berpegang pada Al-Quran, As-Sunnah, qiyas, Istishan, Maslahah mursalah,
dan al-aqal (apa yang menurut akal baik), ini digunakan apabila tidak ada jalan
lain. Mazhan ini banyak dianut di Iran dan sebagian Iraq serta di daerah Yaman
Utara.
2.
Ushul
fiqh
Secara
umum para ahli membagi alairan penulisan ushul fiqh menjadi dua yaitu mutakallimin (Syafi’iyyah) dan
aliran fukaha (Aliran Hanafiyah). Dari kedua aliran tersebut lahir aliran
gabungan. Tiga aliran utama tersebut diuraikan sebagai berikut:
a. Aliran Mutakallimin
Aliran ini disebut juga aliran Syafi’iyah. Alasan penamaan
ini adalah karena karya-karya yang lahir berasal dari kalangan syafi’iyah.
Meskipun demikian ada juga penulis-penulis lintas mazhab seperti Abu Ya’la (pengarang al-Uddah) yang bermazhab
hanbali, Ibnu Hajib (pengarang Muntaha al-Wushul (al-Sul) wa al-Alam fi Ilmay
al-Ushul wa al-Jadal) dari kalangan Maliki, dan Ibnu Hazm al-Andalusi
(pengarang kitab al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam) dari kalangan Dzahiriyyah.
Sebutan mutakallimin sesuai dengan karakteristik
penulisannya. Kaum mutakallimin adalah orang-orang yang banyak bergulat dengan
pembahasan teologis dan banyak memanfaatkan pemikiran deduktif, termasuk logika
Yunani. Kaum mutakallimin memiliki ciri khas dalam penulisan ushul fiqh,
diantaranya yaitu :
1) Penggunaan deduksi di dalamnya.
Ushul fiqh mutakallimin membahas kaidah-kaidah, baik disertai contoh maupun
tidak. Kaidah-kaidah itulah yang menjadi pilar untuk pengambilan hukum. Jadi,
kaidah dibuat dahulu sebelum digunakan dalam istimbath. Kaidah-kaidah tersebut
utamanya berisi kaidah kebahasaan.
2) Adanya pembahasan mengenai teori
kalam dan teori pengetahuan, seperti terdapat dalam al-Luma karya al-Syirazi
dan al-Ihkam karya al-Amidi. Teori kalam yang sering dibahas adalah tentang tahsin
dan taqbih. Sementara itu, dalam pembahasan mengenai teori pengetahuan
tersebut, dimasukkan pengertian ilmu dan terkadang dimasukkan pula muqaddimah
mantiqiyyah (pengantar logika), sebagaimana terdapat dalam al-Mustashfa karya
al-Ghazali, Rawdlah al-Nadzir karya Ibnu Qudamah, dan Muntaha al-Wushul
(al-Sul) karya Ibnu Hajib.
b. Aliran Hanafiyah
Aliran Hanafi atau aliran fuqaha adalah aliran yang banyak
dianut oleh para ulama mazhab hanafi. Ciri khas penulisan madzhab Hanafi adalah
diawli dengan persoalan-persoalan hukum yang furu yang dibahas oleh para imam
mereka, lalu membuat kesimpulan metodologis berdasarkan pemecahan hukum furu
tersebut. Jadi, kaidah-kaidah dibuat secara induktif dari kasus-kasus hukum.
Kaidah-kaidah tersebut bisa berubah dengan munculnya kasus-kasus hukum yang
menuntut pemecahan hukum yang lain. Karena itu, ushul fiqh Hanafi dipenuhi
dengan persoalan hukum yang nyata.
c. Aliran gabungan
Aliran ini membumikan kaidah kedalam realitas persoalan
fiqh. Karya-karya yang dihasilkan diantaranya kitab Badi’ al-Nidzam al-jami‘
bayn Kitabay al-Bazdawi wa al-Ihkam yang merupakan gabungan antara kitab Ushul
karya al-Bazdawi dan al-Ihkam karya al-Amidi yang ditulis oleh Mudzaffar al-Din
Ahmad bin Ali al-Hanafi. Kemudian kitab Syarh al-Tawdlih karya Sa’d al-Din
al-Taftazani al-Syafii dan Jam’ al-Jawami’ yang ditulis oleh Taj al-Din
al-Subki al-Syafi’i.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian yang telah dibahas dapat
kita simpulkan bahwa ilmu fiqh adalah ilmu yang menmbahas tentang hukum-hukum
syara’ yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia yang diperoleh dari dalil.
Sedangkan ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari tentang cara mengeluarkan
suatu hukum dari suatu dalil yang terperinci. Keduanya berkaitan satu sama
lain. Keduanya berasal dari dua sumber utama yaitu Al-Quran dan As-Sunnah.
B.
Saran
Sebagai generasi masa kini, kita
jangan sampai gegabah dalam memecahkan suatu pemasalahn baru yang muncul dalam
kehidupan. Kita jangan asal memecahkan masalah dengan menggunakan pendapat kita
sendiri. Alangkah baiknya kita mengembalikan persoalan tersebut kepada Al-Quran
dan Hadis. Penting bagi kita untuk mempelajari ilmu fiqh dan ushul fiqh karena
keduanya berhubungan dengan syari’at.
DAFTAR PUSTAKA
Djazuli, A.2010. Ilmu Fiqh Penggalian, Perkembangan, dan
Penerapan Hukum Islam. Jakarta :
Kencana
Prenada Media Group
Ash Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi.1997. Pengantar Ilmu
Fiqh. Semarang :
PT. Pustaka
Rizki Putra
larasgemilangputri.blogspot.com
https://id-id.facebook.com/notes/belajar-fiqih-islam/pengertian-fiqh-dan-sejarah-perkembangannya/10150578829761520
Komentar
Posting Komentar